Selasa, 11 Desember 2012

Osiloskop Analog versus Digital

Dalam bidang elektronika, osiloskop merupakan instrumen ukur yang memiliki posisi yang sangat vital mengingat sifatnya yang mampu menampilkan bentuk gelombang yang dihasilkan oleh rangkaian yang sedang diamati. Dewasa ini secara prinsip ada dua tipe osiloskop, yakni tipe analog (ART - analog real time oscilloscope, ) dan tipe digital (DSO - digital storage osciloscope), masing-masing memiliki kelebihan dan keterbatasan. Para insinyur, teknisi maupun praktisi yang bekerja di laboratorium perlu mencermati karakter masing-masing agar dapat memilih dengan tepat osiloskop mana yang sebaiknya digunakan dalam kasus-kasus tertentu yang berkaitan dengan rangkaian elektronik yang sedang diperiksa atau diuji kinerjanya. Untuk itulah di sini akan ditinjau karakter masing-masing tipe osiloskop tersebut.

Osiloskop Analog

Osiloskop tipe waktu nyata analog (ART) menggambar bentuk-bentuk gelombang listrik dengan melalui gerakan pancaran elektron (electron beam) dalam sebuah tabung sinar katoda (CRT -cathode ray tube) dari kiri ke kanan. Pancaran elektron dari bagian senapan elektron ( electron gun) yang membentur atau menumbuk dinding dalam tabung tersebut Gambar 1 mengeksitasi elektron dalam lapisan fosfor pada layar tabung sehingga terjadi perpendaran atau nyalapada layar yang menggambarkan bentuk dasar gelombang. Dalam perjalanannya dari senapan elektron menuju layar yang berfosfor tadi, elektron-elektron dipengaruhi oleh medan listrik dalam arah vertikal (ke atas maupun ke bawah) oleh sepasang pelat pembelok (defleksi) vertikal dan dalam arah horisontal oleh sepasang pelat defleksi horisontal. Apabila tegangan pada semua pelat tersebut nol Volt, elektron akan berjalan lurus membentur layar sehingga hanya terlihat sebuah bintik nyala ditengah layar saja. Untuk "membuat" gambar garis pada layar, diperlukan gelombang gigi gergaji yang diberikan kepada pasangan pelat horisontal tersebut. Tegangan gigi gergaji ini dihasilkan oleh time base generator/sweep generator atau generator sapu, yang kemudian diperkuat oleh penguat horisontal. Tegangan gigi gergaji ini naik secara linier terhadap waktu sehingga berkas elektron pada layar bergerak dari kiri ke kanan. Setelah sampai di bagian paling kanan layar, tegangan gigi gergaji turun dengan cepat ke nol sehingga memulai gerakan berulang dari bagian kiri layar. Gerakan balik yang cepat ini tidak dapat ditangkap oleh mata sehingga yang terlihat adalah gambar garis horisontal lurus pada layar yang tidak terputus. Agar osiloskop dapat menggambarkan bentuk gelombang yang sedang diamati maka gelombang tersebut diumpankan ke rangkaian vertikal. Rangkaian vertikal ini berfungsi memperkuat atau melemahkan simpangan vertikal dari gelombang masukan, sehingga tegangan yang diberikan ke pasangan pelat defleksi vertikal menghasilkan medan listrik yang dapat mempengaruhi gerakan vertikal elektron secara proporsional selagi ia bergerak menuju ke layar, yang berakibat bentuk gelombang pada layar dapat diperbesar atau diperkecil. Karena arah gerak elektron berdasar vektor medan listrik horisontal dan vertikal, CRT nya disebut direct viev vector CRT. Dari prinsip kerja yang demikian itu, gambar blok ART secara prinsip dapat disederhanakan seperti terlihat pada Gambar 2. Agar gambar pada layar dapat stabil, digunakan rangkaian picu (trigger). Jika suatu gelombang listrik dihubungkan ke ART, rangkaian picu akan memonitor gelombang masukan tersebut dan menunggu event - yakni saat terjadinya peristiwa atau kondisi yang dapat dipakai untuk- pemicuan. Event picu ini berupa suatu sisi atau tebing gelombang yang memenuhi persyaratan yang telah didefinisikan atau ditentukan melalui suatu pilihan tombol pada panel depan osiloskop. Sekali event picu ini terjadi, osiloskop akan menstart generator sapu dan meragakan bentuk gelombang yang sedang diukur. Proses ini akan berulang sepanjang osiloskop tersebut dapat mendeteksi event-event picu.
Selain menyangkut vertikal dan horisontal, osiloskop analog mempunyai dimensi ketiga yang disebut dengan gray scaling (skala/tingkatan atau intensitas kelabu). Tingkatan kelabu ini diciptakan melalui intensitas pancaran elektron pada tabung gambar, yang meragakan detil gambar bagian tertentu secara sekilas saja. Kondisi ini terjadi karena kecepatan pancaran elektron mempengaruhi kecerahan jejaknya. Makin cepat pancaran bergerak dari satu titik ke titik lain pada bagian tertentu, makin sedikit waktu ia dapat mengeksitasi elektron-elektron pada fosfor yang terdapat pada dinding layar. Akibatnya jejak yang membentuk gambar gelombang bagian tersebut akan lebih redup daripada gambar bagian gelombang yang lainnya.
Skala kelabu ini juga menunjukkan frekuensi relatif dari event-event individual (gejala khusus) yang terjadi dalam suatu gelombang yang sifatnya berulang (repetitif). Pancaran elektron yang mengambarkan bagian gelombang yang bentuknya sama secara berulang akan menyebabkan bagian yang dapat tergambar dengan terang di layar, sedangkan event lekuk gelombang yang jarang terjadi akan mendapat lebih sedikit waktu eksitasi. Akhirnya menjadi jelas bahwa daerah dari lapisan fosfor yang dirangsang/dieksitasi secara berulang nampak lebih terang daripada daerah yang kurang distimulasi.
Kesimpulannya, gambar yang diragakan oleh ART kadang begitu redupnya sehingga sulit untuk dilihat baik karena sinyal masukannya mempunyai sisi-sisi yang begitu cepat (seperti halnya gelombang kotak dari suatu astable multivibrator yang bagian sisi tegak gelombangnya hampir tak terlihat) , atau karena gelombang repetitif menghasilkan event-event tertentu yang demikian jarangnya.
Cahaya yang dihasilkan oleh fosfor mempunyai waktu hidup yang sangat pendek setelah pancaran elektron berlalu. Untuk fosfor yang sering digunakan pada CRT yakni P31, cahaya yang dihasilkan akan turun sampai ke suatu harga yang masih dapat dilihat dengan nyaman dalam ruang yang bercahaya sedang, dalam waktu 38 mikrodetik. Jika laju kecepatan pancaran elektron untuk mengeksitasi ulang terjadi di bawah 1/38 mikrodetik atau 26 kHz, maka akan terjadi penurunan cahaya secara dramatis di layar.
Kedipan (flicker) merupakan suatu fenomena lain yang membatasi kinerja CRT. Jika laju eksitasi ulang jatuh dibawah harga minimum tertentu, umumnya sekitar 15 sampai 20 Hz, maka akan terjadi kedipan, yakni peragaan di layar akan tampak nyala dan padam bergantian. GambarGambar 3 menyatakan hubungan antara kecepatan sapuan (horisontal) sebagai fungsi dari laju perulangan (repetition rate) sinyal masukan (vertikal). Untuk memahaminya diberlakukan kondisi sebagai berikut: laju perulangan dari sinyal masukan dipertahankan pada harga yang konstan pada peragaan gelombang yang nyaman dipandang, kemudian kecepatan sapuannya diturunkan secara perlahan sampai kedipan mulai terjadi. Penurunan lebih lanjut akan menghasilkan kedipan yang makin jelas sehingga akhirnya peragaannya tidak bermanfaat sama sekali karena hanya tinggal berupa titik yang bergerak. Sekarang jika diberlakukan hal yang sebaliknya, yakni kecepatan sapuan dijaga konstan pada suatu keadaan di mana masalah cahaya maupun kedipan pada kondisi minimum, kemudian laju kecepatan sinyal masukannya diturunkan, maka cahaya peragaan akan menjadi redup. Batas terendah pada Gambar 3 akan dicapai saat peragaannya tidak dapat dilihat sama sekali di ruang yang penerangannya cukup.
Peragaan bagian gelombang yang nampak redup baik karena sinyal yang diamati mempunyai sisi-sisi atau tebing gelombang yang begitu cepat atau pada gelombang repetitif yang menghasilkan event-event tertentu yang demikian jarang, kini dapat diatasi dengan dengan teknologi MCP ( microchannel plate) dari Tektronix, yang mampu meningkatkan intensitas peragaan bagian-bagian yang redup dari sebuah gelombang sampai 1000 kali kecerahan aslinya tanpa menaikkan intensitas peragaan pada bagian-bagian yang lebih kuat.

Osiloskop Digital (DSO)

Jika dalam osiloskop analog gelombang yang akan ditampilkan langsung diberikan ke rangkaian vertikal sehingga berkesan "diambil" begitu saja (real time), maka dalam osiloskop digital, gelombang yang akan ditampilkan lebih dulu disampling (dicuplik) dan didigitalisasikan. Osiloskop kemudian menyimpan nilai-nilai tegangan ini bersama sama dengan skala waktu gelombangnya di memori. Pada prinsipnya, osiloskop digital hanya mencuplik dan menyimpan demikian banyak nilai dan kemudian berhenti. Ia mengulang proses ini lagi dan lagi sampai dihentikan. Beberapa DSO memungkinkan untuk memilih jumlah cuplikan yang disimpan dalam memori per akuisisi (pengambilan) gelombang yang akan diukur.
Seperti ART, DSO melakukan akuisisinya dalam satu event pemicuan. namun demikian ia secara rutin memperoleh, mengukur dan menyimpan sinyal masukan, mengalirkan nilainya melalui memori dalam suatu proses kerja dengan cara; pertama yang disimpan, yang pertama pula yang akan dikeluarkan, sambil menanti picu terjadi. Sekali osiloskop ini mengenali event picu yang didefinisikan oleh penggunanya, osiloskop mengambil sejumlah cuplikan yang kemudian mengirimkan informasi gelombangnya ke peraga (layar). Karena kerja pemicuan yang demikian ini, ia dapat menyimpan dan meragakan informasi yang diperoleh sebelum picu (pretrigger) sampai 100 persen dari lokasi memori yang disediakan.
DSO mempunyai dua cara untuk "menangkap" atau mencuplik gelombang, yakni dengan teknik single shot atau real time sampling. Dengan kedua teknik ini, osiloskop memperoleh semua cuplikan dengan satu event picu. Sayangnya laju cuplik DSO membatasi lebar pita osiloskop ketika beroperasi dalam waktu nyata (real time). Secara teori (sesuai dengan Nyquist sampling theorema), osiloskop digital membutuhkan masukan dengan sekurang-kurangnya dua cuplikan per periode gelombang untuk merekonstruksi suatu bentuk gelombang. Dalam praktek, tiga atau lebih cuplikan per periode menjamin akurasi akuisisi. Jika pencuplik tidak dapat sama cepat dengan sinyal masukannya, osiloskop tidak akan dapat mengumpulkan suatu jumlah yang cukup yang berakibat menghasilkan suatu peragaan yang lain dari bentuk gelombangnya aslinya. yakni osiloskop akan menggambarkan struktur keseluruhan sinyal masukan pada suatu frekuensi yang jauh lebih rendah dari frekuensi sinyal sesungguhnya.
Ketika menangkap suatu gelombang bentuk tunggal (single shot waveform ) dengan cuplikan waktu nyata, osiloskop digital harus secara akurat menangkap frekuensi sinyal masukan. Osiloskop digital biasanya menspesifikasikan dua lebar pita; real time dan analog. Lebar pita analog menyatakan frekuensi tertinggi jalur masukannya yang dapat lolos tanpa cacat yang serius pada sinyalnya. Lebar pita real time menunjukkan frekuensi maksimum dari osiloskop yang dapat secara akurat mencuplik menggunakan satu event picu. Bergantung dari osiloskopnya, kadang-kadang kedua lebar pita tersebut mempunyai harga yang sama, kadang mempunyai nilai yang berbeda jauh. Sebagai contoh misalnya lebar pita analog dari suatu DSO 350 MHz dan lebar pita real time-nya hanya 40MHz.
Dengan metode alternatif yakni menggunakan equivalent-time sampling DSO secara akurat dapat menangkap sinyal-sinyal sampai pada lebar pita osiloskopnya, tetapi hanya pada sinyal-sinyal yang sifatnya repetitif. Dengan teknik ini, osiloskop digital menerima cuplikan-cuplikan pada banyak event-event picu yang kemudian secara berangsur-angsur mengkonstruksi keseluruhan bentuk gelombangnya. Hanya lebar pita analog yang membatasi osiloskop pada frekuensi berapa dapat menerima teknik ini.
Kebanyakan DSO, apakah ia menggunakan teknik real time atau equivalent time akan mencuplik pada laju maksimum tanpa mengacu berapa dasar waktu (time base) yang di pilih. Pada kecepatan sapuan yang lebih rendah osiloskop digital menerima jauh lebih banyak cuplikan daripada yang dapat disimpannya. Bergantung kepada mode akuisisi yang kita pilih, suatu DSO akan membuang cuplikan ekstra atau menggunakannya untuk pemrosesan sinyal-sinyal tambahan seperti deteksi puncak gelombang (peak detect), maupun sampul gelombang (envelope) .

Analog versus Digital

Dari prinsip kerja kedua jenis osiloskop seperti digambarkan di atas, maka dapat ditarik perbandingan karakter dari keduanya yakni:
GambarDitinjau dari kesetiaan (fidelity) terhadap bentuk sinyal sesungguhnya yang sedang diukur, secara umum ART lebih unggul. Hal ini disebabkan sifat osiloskop analog hanya mengkondisikan sinyal masukan; melemahkan (memperkecil) dan menguatkannya (memperbesar) dalam peragaannya di layar, maka keutuhan esensi dari sinyal masukan tetap utuh. Kesetiaan sinyal (signal fidelity) menyatakan suatu ukuran seberapa dekat bentuk gelombang yang diragakan oleh osiloskop sesuai dengan bentuk gelombang masukan sesungguhnya. Namun demikian dengan teknologi yang sudah maju sekarang ini, keunggulan osiloskop analog dalam bidang ini sudah dapat dipatahkan oleh osiloskop digital. Untuk jelasnya, lihat Gambar 4(a,b,c). Sebuah gelombang repetitif dengan amplitudo 4 Volt, lebar pulsa 200 nanodetik dan frekuensinya 1MHz sedang diamati dengan osiloskop. Gambar 4a adalah peragaan gelombang melalui osiloskop analog, sedang 4b melalui osiloskop digital yang biasa, sementara 4c adalah hasil peragaan dari gelombang yang sama melalui osiloskop digital yang berteknologi lebih maju (yang diambil dalam contoh ini adalah Tektronix InstaVuTM). Dari Gambar 4c terlihat jelas bahwa gelombang tersebut sesungguhnya jelas dicemari oleh crosstalk dari rangkaian didekatnya serta derau.
ART juga mempunyai keuntungan dalam hal resolusi. Karena osiloskop analog mengunakan pancaran elektron untuk menggambar bentuk gelombang dalam peragaannya, ia mempunyai resolusi yang ajeg baik secara vertikal maupun horisontal. "Resolusi yang tak terbatas" ini dapat menyatakan tingkah-tingkah gelombang sampai kepada lebar pita yang dimiliki osiloskop. Dengan ART, proses akuisisinya tidak akan membuat gambar gelombangnya menjadi cacat. Sementara pada DSO, disebabkan proses pembagian digitalisasi sebuah sinyal kedalam pengukuran diskrit (dipecah-pecah), kebanyakan DSO kehilangan kemampuan resolusi yang diperoleh dalam osiloskop analog. Namun demikian, osiloskop digital yang lebih maju telah berhasil menggabungkan teknik pencuplikan yang pintar dan cermat dengan moda akuisisi untuk menaikkan resolusi vertikal maupun horisontalnya. Dengan menaikkan laju cuplikan, sebuah osiloskop digital dapat menaikkan resolusi horisontalnya secara memadai. Untuk menaikkan resolusi vertikalnya, osiloskop digital menggunakan berbagai mode akuisisi yang berdasar pada pemrosesan sinyal digital (DSP=digital sinyal prosessing). Mode ini bekerja pada sinyal-sinyal yang sekejap (single shoot) maupun bentuk-bentuk gelombang yang berulang. Laju cuplikan pada osiloskop digital ada yang mencapai 2 Giga (2.109) per detik, yang berarti mencuplik sinyal setiap 500 piko detik.
Dalam hal persistensi (ketekunan yang terus-menerus) dalam melukiskan bentuk gelombang yang diukur, ART masih memiliki keunggulan dibanding DSO seperti dinyatakan dalam Gambar 8. Efek persistensi ini sebenarnya mengungkapkan informasi yang sangat penting jika kita menganalisa dan menelusuri bentuk-bentuk gelombang dalam suatu perancangan peralatan elektronik yang kompleks seperti halnya pada catu daya switching. DSO tidak mempunyai kemampuan menampilkan kondisi semacam ini, tetapi beberapa model mengimitasikannya melalui tombol mode user-definable persistence. Osiloskop digital yang lebih maju lagi seperti yang memiliki kemampuan untuk meragakan gelombang pada Gambar 4c, dapat menangkap gejala gelombang seperti halnya pada osiloskop analog, karena dapat mencuplik sampai 400.000 gelombang per detik.
Karena pancaran berkas elektron dalam osiloskop analog bergerak pada suatu kecepatan yang sebanding dengan frekuensi gelombang yang diukur, makin cepat frekuensi yang diukur, makin lekas pula pancaran menggambarkannya sehingga jejak yang nampak di layar makin redup dibanding dengan bagian-bagian yang lebih lambat dari gelombang yang diukur (gray scaling). Kondisi ini memberikan gelagat tentang frekuensi relatif ketika menganalisa fenomena sinyal yang saling tumpang tindih atau over-layed seperti halnya pada bentuk gelombang video. Demikian juga ketika suatu kejadian yang sifatnya hanya terjadi kadang-kadang (intermitten) dalam suatu gelombang repetitif, bagian yang ganjil (intermitten) ini akan terlihat lebih gelap dalam peragaan pada layar osiloskop analog daripada sisa gelombangnya yang digambarkan dalam waktu yang jauh lebih lama Gambar 5 .
Ditinjau dari periode selaan, pada osiloskop analog dalam penyapuan dari kiri ke kanan layar, berkas pancaran elektron harus mereposisi diri sendiri sesudah setiap selesai melakukan satu kali sapuan. Selama periode holdoff (reposisi) ini osiloskop menahan diri untuk tidak mendapatkan dan meragakan gelombang. Karena osiloskop analog hanya memerlukan beberapa mikro detik untuk mereposisi berkas pancaran elektronnya, dalam peragaan gelombang, ia menjaga titik-titik buta ini (blind spot) sampai ke harga minimum. Periode holdoff yang kecil ini digabungkan dengan kecepatan pancaran elektron, memungkinkan osiloskop analog dapat memperbarui peragaannya dalam laju maksimum 1MHz.
Osiloskop digital juga mempunyai periode-periode holdoff, tetapi waktu mati ini digunakan untuk pemrosesan gelombang dan fungsi-fungsi penyimpanan. Karena osiloskop digital harus membentuk begitu banyak operasi sebelum meragakan suatu bentuk gelombang, ia mempunyai waktu holdoff yang substansial dengan celah yang tetap dalam orde puluhan mili detik di antara saat penerimaan gelombang. Dengan holdoff yang besar ini berarti osiloskop digital kehilangan aktivitas gelombang yang vital, termasuk misalnya kejadian intermitten, yang mengakibatkan diperolehnya data yang tidak akurat dari gelombang yang sedang diukurnya. Untuk produk peralatan yang baru, waktu holdoff yang relatif besar ini pada DSO dapat dikompensasi dengan memori yang lebih besar dan menggunakan fungsi-fungsi pemicuan khusus sebagai pengganti pemicuan secara sekuensial. Dengan mode picu khusus ini osiloskop digital dapat di set untuk memicu dalam semua kejadian dari bentuk gelombang yang sedang diamati. Hal ini juga akan membantu osiloskop menerima informasi di sekitar kejadian-kejadian gelombang yang ingin diamati. Pemicuan khusus ini termasuk picu-picu pulsa, logika dan video. Pemicuan pulsa seperti gelinciran, kekerdilan dan lebar pulsa, fokus akuisisi di sekitar penyimpangan yang dispesifikasikan sangat berguna terutama ketika memeriksa/menguji rangkaian-rangkaian digital. Dengan pemicuan logika, osiloskop digital dapat memulai akuisisi sesudah semua sinyal-sinyal masukan memenuhi kondisi-kondisi logika yang telah ditentukan, dan menghilangkan pemicuan pada informasi yang tidak diinginkan. Pemicuan video memungkinkan DSO untuk memicu pada bagian yang sama dari sinyal video setiap waktu, memberikan suatu peragaan yang stabil dan bagus.
Dalam hal penyimpanan bentuk gelombang yang diukur, jelas di sini DSO memiliki keunggulan karena ia memiliki memori. Osiloskop analog tidak dapat secara otomatis menyimpan gelombang yang diukurnya. Paling osiloskop analog mungkin dapat mengirim copy gelombang yang diukur ke printer, tetapi pekerjaan ini hanya untuk gelombang -gelombang yang repetitif stabil. Perekaman bentuk gelombang dapat pula dengan menggunakan kamera osiloskop di depan peraga ART dengan menggunakan teknik fotografi. Teknik lain adalah dengan digitalisasi sistem kamera video osiloskop yang menterjemahkan gelombang-gelombang analog ke dalam informasi digital dengan resolusi vertikal 12 bit pada laju cuplikan 100Giga/detik sudah merupakan bagian eksternal dari osiloskop analog yang demikian mahal.
Dalam hal pengukuran gelombang tunggal (single shoot), tak terkecuali osiloskop digital juga dapat menyimpannya. Namun tergantung pada laju pencuplikannya, karena seringkali osiloskop digital mempunyai lebar pita (bandwidth) yang lebih rendah daripada untuk akuisisi gelombang yang repetitif. Ketika sebuah osiloskop digital dalam mode gelombang bentuk tunggal berusaha untuk memperoleh suatu bentuk gelombang dengan frekuensi yang lebih tinggi daripada lebar pita gelombang bentuk tunggalnya, ia akan meragakan suatu versi cacat yang disebut aliasing. Tipe distorsi ini dapat menjadi sangat sukar untuk dideteksi karena dengan adanya aliasing ini berarti bentuk gelombang yang ditampilkan benar tapi frekuensinya salah. Aliasing memang dapat diatasi dengan teknik peak detection, namun perangkat keras peak detection membuat sampul gelombang sinus bermodulasi AM yang sedang diamati osiloskop digital tidak sehalus jika menggunakan ART karena peak detector tidak dapat mengikuti perubahan-perubahan gelombang pembawanya (carrier).
Osiloskop analog meragakan gelombang bentuk tunggal atau yang berulang sampai ke lebar pita penuh yang dimilikinya. Tetapi dapat terjadi suatu kejadian satu waktu yang biasanya terjadi sedemikian cepat sehingga hanya sebuah kamera osiloskop yang dapat untuk menangkap kejadian tersebut. Kejadian-kejadian gelombang bentuk tunggal seringkali nampak begitu suram dalam peragaan osiloskop analog karena sifat transien dan kecepatannya. Namun demikian seperti telah disebutkan di atas bahwa kendala ini dapat diatasi melalui penerapan teknologi MCP.
Dalam menangkap bentuk bagian gelombang yang diukur sebelum terjadinya picu pada time base generatornya, DSO mempunyai keunggulan dibanding ART karena DSO secara terus menerus mencuplik dan mendigitalisasikan sinyal masukan selagi ia menanti sebuah event picu sehingga aktivitas gelombang sebelum terjadinya picu dapat diamati.

Penutup

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa beberapa jenis bentuk gelombang akan lebih baik jika diamati dengan osiloskop analog, sementara jenis yang lainnya dengan osiloskop digital.
Osiloskop analog pada prinsipnya memiliki keunggulan seperti; harganya relatif lebih murah daripada osiloskop digital, sifatnya yang realtime dan pengaturannya yang mudah dilakukan karena tidak ada tundaan antara gelombang yang sedang dilihat dengan peragaan di layar, serta mampu meragakan bentuk yang lebih baik seperti yang diharapkan untuk melihat gelombang-gelombang yang kompleks, misalnya sinyal video di TV dan sinyal RF yang dimodulasi amplitudo. Keterbatasanya adalah tidak dapat menangkap bagian gelombang sebelum terjadinya event picu serta adanya kedipan (flicker) pada layar untuk gelombang yang frekuensinya rendah (sekitar 10 - 20 Hz). Keterbatasan osiloskop analog tersebut dapat diatasi oleh osiloskop digital. Sebagai contoh keseluruhan bidang skala pada Gambar 3 dapat ditutup semua menjadi daerah yang dapat dilihat oleh mata, misalnya dengan DSO dari Hewlett-Packard HP 54600.
Osiloskop digital memberikan kemampuan ekstensif, kemudahan tugas-tugas akuisisi gelombang dan pengukurannya. Penyimpanan gelombang membantu para insinyur dan teknisi dapat menangkap dan menganalisa aktivitas sinyal yang penting. Jika kemampuan teknik pemicuannya tinggi secara efisien dapat menemukan adanya keanehan atau kondisi-kondisi khusus dari gelombang yang sedang diukur.
Pada akhirnya yang paling baik adalah jika kita memiliki osiloskop yang mampu menggabungkan keunggulan osiloskop analog dan osiloskop digital, dan saat ini, kinerja osiloskop yang seperti itu memang dapat diperoleh di pasaran. Oleh sebab itu, sebelum memutuskan untuk memiliki atau menggunakan sebuah osiloskop, kenali lebih dulu apa keunggulan atau fasilitas yang dimilikinya melalui buku petunjuk atau brosurnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar